Friday, November 23, 2012

Gedung Sarinah miring??

 Kabar itu menghebohkan Ibu Kota, April lalu. Namun ada yang tidak percaya pada kejadian itu. "Saya tidak percaya, karena tiang pancang Gedung Sarinah sampai menembus lapisan keras," kata Ciputra dalam diskusi "100 tahun Prof. Dr. Ir. Roosseno" di Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2 Agustus lalu.

Roosseno adalah perancang konstruksi Gedung Sarinah, yang dibangun pada 1962. Roosseno, yang dikenal sebagai "Bapak Beton Indonesia", adalah guru Pak Ci --demikian taipan properti Ciputra biasa dipanggil-- di Institut Teknologi Bandung. Pak Ci juga ikut serta ketika negosiasi pembangunan Gedung Sarinah dengan pihak Jepang.

Gedung 20 lantai di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, itu dibiayai dengan uang pampasan perang. Sarinah menjadi gedung tertinggi di Jakarta ketika itu. Karena struktur tanah di sepanjang Jalan Thamrin-Sudirman lembek, Roosseno --yang mewakili pihak Indonesia-- mengajukan rancangan pembangunan dengan tiang pancang hingga ke lapisan keras.

"Pemerintah Jepang yang tidak memiliki pengalaman dengan tanah lembek menolak itu," tutur Pak Ci. Namun Roosseno kukuh dengan pendapatnya, disertai dengan alasan yang logis. "Setiap malam, di hotel, Pak Roosseno membuat perhitungan-perhitungan untuk meyakinkan pihak Jepang," katanya. Akibat ke-ngotot-an Roosseno, negosiasi yang dijadwalkan hanya dua minggu molor menjadi sebulan.

Pihak Jepang meragukan rancangan Roosseno. Jepang juga mengkhawatirkan struktur bangunan itu tidak tahan lama. "Pak Roosseno menegaskan, kalau ada kegagalan, bukan pihak Jepang yang salah. Sayalah yang harus digantung!" Pak Ci menceritakan. Akhirnya pihak Jepang meluluskan konsep rancangan yang diajukan Roosseno.

Setelah 46 tahun Sarinah menggapai langit, tiba-tiba muncul pemberitaan bahwa gedung bikinan Roosseno itu miring. Penyebabnya, menurut penelitian Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan DKI Jakarta, adalah penyedotan air tanah yang tidak terkendali dan beban gedung. Hari Sasongko, Kepala Dinas Penataan, menyatakan bahwa pusat perbelanjaan itu masih aman digunakan. "Walaupun umurnya lama, seumur itu juga seiring dengan penurunan tanah. Jadi, tidak terlalu membahayakan," katanya.

Namun Hari Mulyawan, Direktur Properti Sarinah, membantah terjadinya eksploitasi air yang berlebihan. Menurut dia, Sarinah selama ini menggunakan air yang dipasok dari Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya. Bahkan pembayaran per bulannya mencapai Rp 150 juta.

Untuk mengantisipasi segala kemungkinan, konsultan struktur Gedung Sarinah, PT Decon, memasang alat monometer. Alat itu untuk mengetahui perilaku tanah dan penurunan tanah. Mardiyana Dauwed, dari PT Decon, menjelaskan bahwa penurunan tanah tidak terjadi di gedung utama Sarinah. Anjlokan terjadi di sekitar Gedung Sarinah, yaitu di lahan parkir dan di gerai ATM yang dibongkar beberapa waktu lalu.

Mardiyana menjelaskan, bangunan gerai ATM yang miring secara konstruksi terpisah dari gedung utama. Bangunan itu baru berdiri sekitar lima tahun lalu. Dan bangunan itu memang sangat berat dengan fondasi hanya berupa beton.

Penjelasan Mardiyana itu memperkuat keyakinan Pak Ci bahwa Gedung Sarinah tidak mungkin ambles. Sebab yang membangun konstruksinya adalah Roosseno, dengan tiang pancang yang menembus hingga lapisan keras. Untuk menggapai lapisan keras, tiang pancang bisa menembus hingga 50 meter. Jadi, fondasinya lebih panjang daripada gedungnya. Dengan konstruksi demikian, tingkat ketahanan gedung akan terjamin. "Saya tidak percaya Sarinah ambles," kata Pak Ci.

"Bukan main!" Emil Salim mengenang. "Profesor Roosseno membangun Sarinah di atas sebuah sungai purba. Alangkah sulitnya," katanya. Dahulu kawasan Sarinah memang berupa empang, dengan tanahnya yang lembek. Sehingga pembangunan gedung 20 lantai menumpang di tanah becek itu cukup berani.

Untuk menyokong bangunan yang berat, digunakanlah tiang pancang yang menghunjam hingga lapisan keras. Tentu biaya untuk membangun tiang pancang yang sedemikian dalam cukup besar. Lantas, apa koreksi Roosseno terhadap itu? Menurut Wiratman Wangsadinata, guru besar emeritus Universitas Tarumanagara, untuk menghindari tiang panjang yang terlalu dalam, Roosseno menggunakan tiang pancang dengan kerah.

"Koreksi Roosseno dengan membuat kerah pada tiang pancang, sehingga tiang pancang tidak usah terlalu dalam," ujarnya. Tiang pancang sistem Roosseno adalah tiang pancang segi empat yang diberi kerah persegi. Kerah itu digunakan untuk memperkuat daya dukungnya. Keaslian kerah sistem Roosseno terletak pada kerah yang semakin ke atas makin lebar.

Ini merupakan koreksi "tiang Takechi", yang ukuran kerahnya pada tiang sama besar. Sehingga daya dukung pada tiang hanya didapat pada kerah pertama. Kerah berikutnya tidak ada manfaatnya. Maka, Roosseno mengajukan konsep kerah yang semakin lebar.

Kerah akan memampatkan tanah ketika dihunjamkan. Kerah pertama menyisakan ruang kosong, yang akan diisi dengan tanah yang didorong kerah kedua yang lebih lebar. Setelah pemancangan selesai, ruang kosong yang tersisa akibat kerah terakhir diisi secara berangsur-angsur secara alami. Pemasangan kerah untuk satu tiang pancang biasanya dua unit.

Bangunan yang menggunakan tiang pancang dengan kerah sistem Roosseno antara lain Gedung Jaya, Gedung Kedutaan Prancis, dan Jembatan Air Komering di Sumatera. Bangunan-bangunan itu masih kokoh hingga sekarang.

Terobosan lain yang dilakukan Roosseno untuk tiang pancang pada tanah lembek adalah sambungan tiang pancang sistem Roosseno. Sambungan tiang pancang sistem Roosseno terdiri dari beronjong empat baja siku yang menggenggam empat sudut sambungan. Keempat baja siku itu disambung dengan pelat baja yang dilas.

Karena sambungan tidak tahan lentur, maka letaknya harus serendah mungkin. Setidaknya di bawah pertengahan seluruh tiang. Juga harus memperhatikan bahwa sambungan itu tidak mendapat tekanan mendatar akibat gerakan tanah, air tanah tidak korosif, dan tidak dipakai pada daerah gempa. Sambungan tiang pancang sistem Roosseno sudah dipakai di Jakarta. Misalnya pada fondasi Bangkok Bank Building, Siemens Building, dan Gedung Migas.

Itulah sedikit dari banyak sumbangan Roosseno dalam struktur bangunan di Indonesia. Seperti fondasi untuk Candi Borobudur yang tahan 1.000 tahun. Ketika gempa Yogya menerpa, candi Buddha itu tetap tegar. Juga fondasi untuk Masjid Istiqlal, Tugu Monas, dan Tugu Selamat Datang.

Rohmat Haryadi

No comments:

Post a Comment